Pencarian Data


Indonesia memiliki banyak tokoh yang telah memberikan sumbangsih luar biasa dalam dunia sastra. Salah satu sosok yang tak terlupakan adalah Hans Bague (HB) Jassin, seorang kritikus sastra yang memiliki pengaruh yang kuat dalam perkembangan sastra Indonesia. Bulan Juli adalah bulan kelahiran HB Jassin yang telah meninggalkan warisan berharga bagi sastra Indonesia. 

Pemimpin Pembaruan Sastra Indonesia

 

Hans Bague (HB) Jassin lahir pada 31 Juli 1917 di Gorontalo, Sulawesi. Sejak muda, ia telah menunjukkan minat yang besar dalam sastra dan tulisan. Ia memulai karirnya sebagai seorang guru, tetapi cintanya terhadap sastra mengantarnya pada jalan yang berbeda. Dikenal sebagai seorang intelektual yang gigih dan cerdas, HB Jassin memiliki pengaruh yang kuat dalam mengubah wajah sastra Indonesia.

HB Jassin telah memberikan banyak kontribusi dalam dunia sastra Indonesia. Ia adalah salah satu pendiri majalah sastra terkenal, "Poedjangga Baroe", yang menjadi tempat bagi penulis dan penyair terkenal pada masa itu. Ia juga terlibat dalam pengeditan beberapa majalah sastra lainnya seperti "Drama" dan "Dunia Sastra".

Tak hanya itu, HB Jassin juga merupakan seorang kritikus sastra yang vokal dan tajam. Ia memiliki kepekaan yang tinggi terhadap karya sastra Indonesia dan berani mengkritik secara konstruktif. Kritik-kritiknya yang berbobot membantu mengangkat kualitas sastra Indonesia ke tingkat yang lebih tinggi. Ia juga menjadi salah satu orang pertama yang mengakui dan menganalisis pentingnya kesusastraan Indonesia modern.

 

Kontribusi HB Jassin dalam Membangun Kesadaran Sastra Bangsa

 

HB Jassin tidak hanya berkontribusi dalam memajukan sastra Indonesia secara langsung, tetapi juga dalam membangun kesadaran akan pentingnya sastra bagi bangsa. Ia percaya bahwa sastra adalah cerminan budaya dan identitas suatu bangsa.

Dalam tulisan-tulisannya, HB Jassin menekankan pentingnya menghargai dan melestarikan karya sastra Indonesia. Ia memperjuangkan pengakuan dan penghargaan terhadap para penulis dan penyair Indonesia.

Melewati berbagai perjuangan dan kontribusi luar biasa dalam dunia sastra Indonesia, HB Jassin meninggalkan warisan yang tak ternilai harganya. Karyanya dan pemikirannya telah menjadi pijakan bagi generasi penulis dan penyair Indonesia. Buku-buku dan tulisan-tulisannya yang mendalam terus menjadi rujukan dalam studi sastra Indonesia.

 

Warisan HB Jassin Bagi Dunia Sastra Indonesia

 

Warisan HB Jassin telah menjadi bagian dari aset dan sejarah Sastra Indonesia. Melalui kritik-kritiknya yang tajam dan analisis yang mendalam, ia membantu mengembangkan standar sastra Indonesia dan mendorong penulis dan penyair untuk lebih berani bereksperimen dan menghasilkan karya-karya orisinal.

HB Jassin juga memberikan kontribusi besar dalam memperkenalkan sastra Indonesia kepada dunia internasional. Penerjemahan karyanya ke dalam bahasa Inggris dan bahasa-bahasa lain telah membantu memperluas cakrawala sastra Indonesia dan meningkatkan apresiasi global terhadap karya-karya sastrawan Indonesia.

Warisan HB Jassin juga dapat dilihat dalam sumbangsihnya sebagai seorang sejarawan sastra. Ia telah meneliti dan mendokumentasikan perkembangan sastra Indonesia dari masa ke masa, mengabadikan karya-karya dan peristiwa penting dalam sejarah sastra Indonesia. Tulisan-tulisannya menjadi sumber berharga bagi para akademisi, peneliti, dan pecinta sastra untuk memahami dan mengapresiasi perjalanan sastra Indonesia.

 

HB Jassin menjadi salah satu tokoh paling penting dalam perkembangan sastra Indonesia. Dalam perjalanannya, ia telah mengubah wajah sastra Indonesia, membangun kesadaran sastra bangsa, dan meninggalkan warisan yang tak tergantikan. 

Pada ulang tahunnya yang kebetulan jatuh pada bulan Juli ini, kita menghormati dan merayakan jasa-jasanya yang luar biasa. Semoga keberadaan dan warisan HB Jassin akan terus menginspirasi generasi muda dalam menjaga kelestarian dan pengembangan sastra Indonesia.

 

Penulis: Afifa Marwah
Editor: Brilliant Dwi Izzulhaq

 


DISPUSIP JAKARTA, INDONESIA - Sastra kontemporer Indonesia semakin mendapatkan perhatian yang tinggi. Terutama di kalangan muda dan pecinta sastra. Karya-karya sastra yang lahir dalam era ini mencerminkan dinamika sosial, budaya, dan kehidupan modern yang semakin kompleks. Di sinilah peran dimana Perpustakaan Pusat Dokumentasi Sastra (PDS) HB Jassin menjadi sangat penting.

Tidak hanya mengoleksi karya-karya klasik, PDS HB Jassin melalui beragam aktivitas dan kegiatan-kegiatan di dalamnya turut memberi perhatian pada karya sastra masa kini dengan isu-isu kontemporer yang melekat disekitarnya.

Koleksi Sastra Kontemporer di PDS HB Jassin

PDS HB Jassin memiliki peran penting dalam mengangkat potensi sastra kontemporer di Indonesia. Koleksi sastra kontemporer yang dimiliki oleh perpustakaan ini mencakup berbagai genre dan aliran sastra. Dari kumpulan puisi hingga novel, karya-karya sastra terkini dari penulis-penulis muda dan terkini terdapat di perpustakaan ini. 

Koleksi sastra kontemporer yang beragam di PDS HB Jassin menyajikan karya-karya yang segar, berani, dan inovatif. Karya-karya ini merefleksikan perubahan sosial, budaya, dan pemikiran dalam masyarakat Indonesia saat ini. Melalui koleksi sastra kontemporer ini, pengunjung perpustakaan dapat menjelajahi, menikmati, dan mengapresiasi kekayaan sastra Indonesia yang terkini.

 

Mengapresiasi Kebebasan dan Inovasi 

Sastra kontemporer Indonesia menjadi wadah bagi penulis untuk mengapresiasi kebebasan berekspresi dan inovasi dalam dunia sastra. Para penulis sastra kontemporer tidak terikat oleh aturan dan konvensi yang kaku, sehingga mereka memiliki kebebasan untuk mengeksplorasi bentuk sastra yang baru, bahasa yang inovatif, dan struktur naratif yang tidak konvensional. 

Karya-karya sastra kontemporer seringkali menghadirkan sudut pandang yang segar dan inovatif, mencerminkan perubahan sosial dan budaya yang terjadi di sekitar kita. Penulis muda sering kali berani mengeksplorasi berbagai tema yang aktual dan relevan, memicu pemikiran kritis, menggugah emosi, dan mendorong perdebatan dalam masyarakat. 

Kebebasan dan inovasi dalam sastra kontemporer Indonesia mencerminkan semangat dan dinamika kreativitas penulis dalam menghadapi tantangan zaman.

Meningkatkan Minat Baca Melalui Sastra Kontemporer

 

PDS HB Jassin, sebagai perpustakaan dan pusat dokumentasi sastra, memiliki peran penting dalam meningkatkan minat baca melalui sastra kontemporer. Dalam era digital yang terus berkembang, perpustakaan ini menjadi tempat yang penting dalam membangun budaya literasi dan membantu masyarakat mengembangkan minat baca yang luas.

Melalui kegiatan literasi seperti workshop, diskusi buku, dan pembacaan puisi, PDS HB Jassin mendorong partisipasi aktif masyarakat dalam meresapi dan mendiskusikan karya sastra kontemporer. Program-program literasi yang diadakan oleh perpustakaan ini juga berperan dalam memberikan akses mudah kepada masyarakat untuk membaca dan meminjam karya-karya sastra terkini. 

Diharapkan bahwa melalui penelusuran karya sastra kontemporer, minat baca dan apresiasi terhadap karya sastra akan semakin tumbuh di kalangan masyarakat. Sastra kontemporer menjadi sarana yang kuat dalam membangun kecintaan terhadap literasi, memicu pemikiran kritis, dan menginspirasi imajinasi pembaca.

PDS HB Jassin: Jendela Sastra Kontemporer

Dalam koleksi sastra kontemporer yang ada di PDS HB Jassin, pengunjung dapat menemukan kekayaan dan keragaman sastra Indonesia masa kini. Dari novel-novel yang menggugah emosi hingga puisi-puisi yang menyentuh hati, karya-karya sastra terkini menawarkan pengalaman membaca yang memperkaya pengetahuan dan emosi pembaca. 

PDS HB Jassin menjadi jendela yang memungkinkan kita untuk menjelajahi dunia sastra kontemporer, memahami perkembangan sastra Indonesia, dan menghargai karya-karya yang dihasilkan oleh penulis-penulis kreatif di negeri ini. Dengan begitu, perpustakaan PDS HB Jassin memainkan peran yang penting dalam menghubungkan masyarakat dengan sastra kontemporer Indonesia, mendorong minat baca, dan memperkuat keberlanjutan budaya literasi di tanah air.

 

Penulis: Afifa Marwah
Editor: Brilliant Dwi Izzulhaq

Literasi

Tidak punya rencana untuk mengisi akhir pekan ini? Kenapa tidak mencoba mengajak si Kecil ke perpustakaan? Selain memberikan pengalaman baru, kegiatan ini juga menjadi salah satu cara untuk menumbuhkan kecintaannya membaca buku.

Ada beberapa peraturan yang harus diikuti sebelum pergi ke perpustakaan. Ajari si Kecil hal-hal yang tidak boleh dilakukan di perpustakaan ya.

Tidak Berlarian

Anak-anak cenderung merasa bersemangat dan penuh energi saat akan bepergian ke tempat yang baru. Sebelum menuju perpustakaan, ceritakan sedikit tentang tempat tersebut agar ia mempunyai pandangan akan apa yang akan dihadapi. Beritahukan rencana Anda saat berada di perpustakaan, misalnya membaca buku bersama dengan tenang, meminjam buku tertentu, atau mendengarkan pertunjukan boneka. Sesampainya di perpustakaan, ingatkan tujuan yang ingin dilakukan, sehingga si Kecil tidak perlu berlarian untuk mencari apa yang diinginkannya.

Tidak Berisik

Sebelum pergi ke perpustakaan, bicarakan tentang bagaimana tempat tersebut mempunyai aturan khusus. Salah satu yang paling penting adalah menjaga volume suara tetap rendah. Latihlah terlebih dahulu dengan bergantian berbisik satu sama lain, hingga mendapatkan suara yang pas. Saat berada di perpustakaan, ingatkan apa yang sudah dilatih, apabila si Kecil mulai berisik.

Memperlakukan Buku-Buku dengan Baik

Sebelum melangkahkan kaki ke perpustakaan, beritahukan pada si Kecil untuk memperlakukan buku-buku dengan baik, misalnya membuka halaman buku dengan lembut dan tidak berisik, tidak makan atau minum di dekatnya, dan merusaknya dengan menggambari atau melipatnya. Hal ini juga jadi kesempatan emas untuk mengajarinya bersimpati terhadap orang lain. Ingatkan bahwa buku tersebut nantinya juga akan dibaca oleh orang lain, sehingga harus dijaga dengan baik.

Ajak ke Bagian Khusus Anak-Anak

Biasanya perpustakaan dibagi menjadi beberapa bagian yang memisahkan jenis-jenis buku. Bawa si kecil ke rak-rak yang menyimpan buku khusus anak-anak, agar ia tahu apa yang dicari dan tidak mengganggu pengunjung lainnya. Dampingi saat memilih buku agar sesuai dengan kemampuan membaca dan usianya. Ajak ke ruang khusus untuk membaca bersama atau tanyakan apakah ingin membawa pulang buku tersebut.

Supaya tidak mengganggu pengunjung yang lain, kenalkan peraturan-peraturan di atas sebelum mengunjungi perpustakaan (Sumber : sahabatnestle.co.id)

Perpustakaan

Disruption: Perpustakaan Masa kini

Oleh : Ari Imansyah

Istilah masa kini lekat dengan kekinian, keterbaharuan, dan sesuatu yang  trend. Dihasilkan dengan daya yang sedikit namun meghasilkan dampak yang masif. Kondisi saat ini yang sama-sama kita rasakan bernama : Disruption.

Dalam bukunya Disruption (2017),  Prof. Rhenald Kasali mendefinisikan Disruption sebagai “perubahan cepat”. Secara intrinsik perubahan cepat ini membuat orang terkaget-kaget, tidak siap, bahkan menanggap ini sebagai bentuk ketidakadilan.

Kenyataannya Disruption terjadi dimana-mana dan menjadi suatu hal yang tak terelakan. Prof. Rhenald Kasali menyebutkan di bidang perpustakaan, profesi pustakawan akan menjadi salah satu profesi yang terancam hilang. Hilang karena kemampuan profesi ini tergantikan oleh mesin atau kecerdasan pustakawan tergantikan oleh kecerdasan buatan “artificial intellengence” mesin-mesin yang hasilnya lebih presisi.

Perpustakaan menjadi institusi yang terancam tidak lagi relevan dengan kebutuhan masyarakat. Anggapan kaum millennial yang kini sudah berjumlah 40% dari populasi tidak mengangap perpustakaan menjadi tempat yang lagi ideal untuk memenuhi kebutuhan informasi. Mereka lebih senang berselancar di internet dan langsung menuliskan pemikiran mereka di komputer dan mengirimkan kembali apa yang mereka telah kerjakan melalui email. Disana tidak ada sama sekali kehadiran buku dalam proses pemecahan masalah saat ini. Padahal buku sampai saat ini masih menjadi bahan baku utama institusi perpustakaan. Habit atau kebiasaan orang masa kini berubah dan millennial merupakan pangsa pasar mayoritas saat ini.

Secara perlahan institusi perpustakaan akan hilang jika tidak melakukan adaptasi atas apa yang namanya Disruption. Kunci utama dalam menghadapi Disruption bagi bidang perpustakaan adalah dengan memperbaiki 4 (empat) hal yakni memperbaiki bussines model (cara berbisnis), memperbaiki bussines procces (proses berbisnis), memperbaiki product offering (cara penawaran jasa/servis) dan memperbaiki Delivery (cara menyampaikan produk).

Bussiness model

Saat ini perpustakaan masih menjadikan buku tercetak sebagai komoditas utama bisnis modelnya. Ada ruangan atau gedung, disiapkan jajaran rak dan fasilitas pendukung lainnya, lalu diisi oleh buku-buku dengan subjek tertentu. Selanjutnya, bisnis model sebagai sayap ekspansi dari layanan utama adalah melakukan kegiatan-kegiatan, promosi dan publikasi dan serangkaian kerjasama dengan institusi atau kelompok tertentu. Setelah semua itu dilakukan berharap akan ada dampak balik (feedback) atas apa yang dianggap sebagai aksi untuk mendapatkan reaksi dalam bentuk kunjungan ke perpustakaan, peningkatan keanggotaan perpustakaan, dan yang lebih besar lagi kebiasaan budaya baca meningkat.

Proses bisnis ini yang sekiranya perlu dipikirkan kembali oleh para pelaku di bidang perpustakaan. Pertanyaan dimana Disruption diantisipasi oleh perpustakaan? Perlukah perubahan atas bisnis model yang telah dilakukan? Perlukan perubahan atas apa yang telah dilakukan dalam bisnis model yang hingga saat ini terus dilakukan?

Jawabanya adalah digital. Digital menjadi opsi mutlak atas bisnis model perpustakaan yang ada. Digital harus di serap dengan tepat oleh perpustakaan agar tidak tergerus dengan bisnis model internet. Perpustakaan harus menyerap digital dalam bisnis modelnya dengan tepat dan presisi sesuai kebutuhan dan kecenderungan (need&trend) millennial saat ini. Digital menjadi bisnis model utama dan kegiatan yang menjadi sayap kegiatan perpustakan saat ini berganti posisi menjadi pelengkap. Digital menjadi mutlak bagi perpustakaan.

Bussines Procces

Proses berbisnis perpustakaan saat ini masih bertumpu pada layanan. Peminjaman buku, keanggotaan, layanan baca di tempat, dan layanan internet di gedung perpustakaan menjadi bisnis proses yang hingga saat ini menjadi bisnis proses utama. Padahal kebutuhan dan kecenderungan (need&trend) kaummillennial berubah, habbit atau kebiasaan para millennial telah berganti, dan paradigma yang dulu ada telah banyak berubah. Seperti contoh di Jakarta dahulu kawasan Sudirman, kawasan Mega Kuningan, Kawasan Monas bisa dikatakan sebagai lokasi strategis. Namun, dalam kontek pemenuhan kebutuhan informasi kata “strategis” mengalami perubahan arti. Strategis dapat diartikan dekat dengan tempat tinggal maka berjamurnya toko serba ada di kawasan pemukiman mengakibatkan banyak seller besar yang ada di mall tutup secara sendirinya. Kini strategis bagi banyak orang adalah dekat dengan rumah atau tempat tinggal.

Perpustakaan harus memperbaiki bisnis prosesnya dalam melayani penggunaannya. Buat special previllage bagi anggotanya, buat kemewahan akses, perbedaan kualitas layanan antara anggota perpustakaan dengan bukan anggota perpustakaan, berikan tawaran-tawaran menarik melalui pesan singkat (SMS), email, atau media sosial pengguna untuk di undang secara kehusus ke perpustakaan, berikan jaringan akses tanpa batas ke berbagai media online berbayar yang diperoleh ketika orang berselancar di perpustakaan, cukupkan layanan baca yang di dukung oleh kebebasan untuk makan, minum, berdiskusi atau bahkan tidur di perpustakaan sehingga pengunjung perpustakaan berlama-lama di perpustakaan. Jadikan perpustakaan sebagai institusi ter”keren” dan menjadi rujukan utama kebebasan bagi pemenuhan hak asupan intelektual. Secara alami jika hal ini dilakukan perpustakaan akan menjadi institusi yang percaya diri untuk mengatakan Disruption is here “disiinilah tempat perubahan”.  

Product Offering

Perpustakaan merupakan institusi yang secara tradisonal masih mempertahankan bentuk penawaran atas jasanya. Gedung menjadi epicentrum utama perpustakaan dalam menawarkan layanan dan jasa. Sedikit perpustakaan yang berani menawarkan produk dan jasa diluar kebiasaan. Mobil keliling dan motor keliling menjadi cara perpanjangan tangan menawakan produk layanan. Layanan keliling akan masuk ke gang-gang sempit, ke jalan-jalan yang berjauhan dengan layanan perpustakaan. Tapi pertanyaannya apakah layanan keliling ini cukup “keren” untuk pengguna perpustakaan saat ini. Jika dibandingakan jumlah pengguna layanan keliling dengan game center atau cafe yang menawarkan akses free internet sepertinya penggunaan layanan keliling masih kalah ramai. Padahal di game center atau cafe pengguna diwajibkan untuk berbayar minimal membayar atas jasa internet aray harus memesan makanan atau minuman untuk memperoleh akses layanan cafe. Kini “keren” dan “tidak Keren” menjadi faktor utama dalam mementukan produk mana yang memberikan penawaran terbaik dan dipilih oleh masyarakat.

Delivery

Disruption terlihat nyata dalam cara menyampaikan produk jasa/barang. Kini suatu keanehan jika kita harus ke suatu gerai/ toko untuk memperoleh suatu barang. Kini, melalui smart phone, buka aplikasi, lalu klik dan jasa/barang yang dikehendaki akan dikirimkan segera oleh penyedia. Kemudahaan ini menjadi suatu keniscayaan termasuk penyampaian produk perpustakaan.

Perpustrakaan harus mendiversifikasi buku-buku dan rak yang berjajar di gedung perpustakaan ke banyak tempat. Dekatkan akses atas buku dengan design rak yang menarik di lokasi-lokasi strategis. Bangun perpustakaan mini di berbagai tempat, di stasiun sehingga orang sambil menunggu menghabiskan atau membuka-buku buku perpustakaan, di stasiun jarak jauh, di bandara dan banyak tempat lainnya untuk memangkas kehadiran perpustakaan dekat dengan calon penggunanya. Jangan harapkan lagi orang meng-agendakan kegiatan secara khusus untuk berkunjung ke perpustakaan. Karena orang dengan agenda khusus seperti ini tidak lebih dari mahasiswa yang sedang mengerjakan tugas akhir atau peneliti yang benar-benar membutuhkan buku tercetak ke perpustakaan. Jumlahnya pun tidak banyak.

Perpustakaan harus mampu menjadi agenda sisipan diantara agenda-agenda utama. Menjadi pemantik untuk bisa menghadirkan eksistensi layanan dengan hadir di mana-mana. Kehadiran perpustakaan ini harus memenuhi unsur utama yakni memenuhi kebutuhan dan kecenderungan (need&trend) masa kini.

Perpustakaan-perpustakaan kecil harus muncul di berbagai tempat dengan membangun keterikatan “enggagement” dengan pengelola utama kawasan. Misalnya layanan perpustakaan mini ada di suatu cafe. Perpustakaan mini ini menjadi tanggung jawab pengelola untuk merawat dan menjaga. Pelaku perpustakaan memiliki peran pengontrol dan peng-update secara konsisten atas koleksi baru atau sarana pendukung yang ada. Kolaborasi ini menjadi keharusan mutlak untuk perpustakaan hadir berhasil men-deliver produk dari pola tersentralisasi menjadi terdesentralisasi.

Membangun sebuah institusi yang cukup adaptif dengan Disruption merupakan tantangan tersendiri dari para pelaku di perpustakaan. Namun disruptive mindset merupakan syarat mutlak para pelaku perpustakaan untuk mengenal Disruption lebih dekat. Mari berdiskusi!

Perpustakaan

Kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi (iptek) pada akhir abad ke-20 dan awal abad ke-21, ternyata berbanding terbalik dengan masalah banjir di Jakarta. Bila iptek berkembang sangat pesat dengan positf, masalah banjir di Jakarta justru terlihat semakin buruk. Dalam catatan sejarah, banjir besar yang melanda Jakarta justru menjadi semakin sering.

Pada masa 1970-an dan 1980-an, tercatat beberapakali banjir melanda ibu kota, antara lain pada 1976, 1977, 1979, 1980, 1983, dan 1985. Setelah itu, semakin lama banjir yang melanda ibu kota, tercatat semakin menghebat. Mulai dari 1996 sampai yang terbaru pada 2015.

Pada 1976, banjir berlangsung hampir sebulan penuh dari 1 sampai 26 Januari. Curah hujan yang amat tnggi pada 2 Januari 1976 menyebabkan banjir cepat meluas. Di Jalan Thamrin, depan gedung Sarinah, ketinggian air mencapai 20-30 cm. Di Jakarta Utara, luas kawasan yang terkena banjir dari Kali Baru, Koja, Rawa Badak, Penjaringan, Mangga Dua, sampai Teluk Gong, menyebabkan lebih dari 26.000 warga terpaksa mengungsi.

Di Jakarta Selatan, banjir melanda kawasan Bukit Duri dan Manggarai. Di Jakarta Timur, selain di daerah aliran Sungai Ciliwung di Kampung Melayu sampai ke Kesatriaan (Berlan), banjir terjadi karena meluapnya Sungai Klender dan Sungai Cakung. Kawasan Cipinang, Cipinang Muara, dan Kebon Nanas, dilanda banjir. Bahkan sebagian wilayah Monumen Nasional di Jakarta Pusat juga tergenang banjir. Di Jakarta Pusat tercatat tak kurang dari 36.000 warga dari daerah sekitar Kenari, Pegangsaan, Cikini, Kebon Melati, Kebon Kacang, Karet Tengsin, dan Petamburan, harus ikut mengungsi.

Pada 1977, banjir diawali hujan besar yang turun dengan derasnya pada 19 Januari. Saat itu, kawasan yang biasa disebut “Ring 1” – untuk menyebutkan kawasan yang paling dijaga di ibu kota – juga dilanda banjir. Jalan Merdeka Selatan, Merdeka Timur, Silang Monas, Sabang, dan Sarinah, dilanda banjir. Ruang disel Radio Republik Indonesia (RRI) yang terletak di Jalan Abdul Muis, di belakang gedung utama RRI, tergenang air pada 19 Januari itu. Akibatnya RRI sempat tdak mengudara beberapa saat, sebelum akhirnya dengan tekad “sekali di udara tetap di udara”, RRI kembali menyiarkan berita dan hiburan.

Awal 1979, tepatnya selama dua hari 19 dan 20 Januari, terjadi banjir besar yang mengagetkan warga Jakarta. Kapasitas dan luas wilayah terendam banjir, jauh lebih banyak dibandingkan banjir 1976 dan 1977. Hampir sejuta orang terpaksa mengungsi karena tempat tnggalnya diterjang banjir, yang merupakan luapan dari Sungai Ciliwung dan sungai-sungai di sekitarnya.

Jakarta Timur dan Selatan menjadi daerah yang paling menderita. Di kawasan Pondok Pinang, Jakarta Selatan, banjir mencapai 2,5 meter dan tercatat tga orang hilang ditelan banjir. Bahkan lantai dasar Gedung DPR/MPR RI tdak luput dari genangan air. Listrik terpaksa dipadamkan untuk menjaga hal-hal yang tak diinginkan, karena kabel dan saluran-saluran listrik tergenang air. Sidang Pleno DPR yang membahas pandangan umum fraksi tentang Nota Keuangan dan RAPBN terpaksa dipindah dari lantai dasar ke lantai II. Sementara sejumlah mobil pemadam kebakaran dikerahkan untuk menyedot genangan air di lantai dasar gedung wakil rakyat itu.

Untuk menghadapi “serbuan” banjir, Pemerintah kemudian melakukan beberapa perbaikan. Di antaranya membangun sarana pengendali banjir, baik melalui saluran Cengkareng, saluran Cakung, pompa air Siantar, dan pengerukan Sungai Ciliwung, maupun sungai-sungai di sekitar Jakarta. Namun banjir masih terjadi lagi pada 1980. Kali ini bukan disebabkan oleh curah hujan yang tnggi di Jakarta, namun lebih merupakan banjir kiriman dari Bogor. Maraknya penggalian pasir dan batu di sepanjang Sungai Ciliwung dan Cisadane di kawasan Bogor, diduga menjadi salah satu penyebab banjir.

Restu Gunawan dalam bukunya Gagalnya Sistem Kanal: Pengendalian Banjir Jakarta dari Masa ke Masa (Jakarta, 2010), mengungkapkan pada 29 Agustus 1981 Presiden Soeharto meresmikan penggunaan Waduk Pluit yang dilengkapi sistem polder untuk mengendalikan genangan air di kawasan Krukut, Cideng, Jatbaru, Taman Sari, Mangga Besar, dan sekitarnya. Pemerintah juga telah mengeruk Sungai Ciliwung, Cideng, Krukut, Grogol, Kaliduri, mengeruk waduk Grogol, bahkan membangun tga pompa baru di daerah Setabudi, Jakarta Selatan. Namun apa daya, banjir kembali melanda Jakarta pada 24 Desember 1981. Tidak kurang dari 200.000 warga mengungsi dan sembilan orang meninggal dunia akibat banjir.

Dua tahun kemudian, pada Januari 1983, banjir kembali menghantam Jakarta. Hujan deras yang mengguyur ibu kota, ditambah buruknya perawatan saluran-saluran air di Jakarta, menjadi penyebab banjir. Bahkan banjir sampai menggenangi kawasan Balai Kota dan Gedung DPRD DKI Jakarta. Kantor Posko Banjir di Balai Kota juga ikut terendam air.

Setahun kemudian, banjir datang lagi. Kawasan Pluit termasuk yang paling parah, karena dua dari empat pompa di Waduk Pluit mengalami kerusakan. Selain Pluit, daerah yang cukup parah tergenang banjir adalah Kapuk Muara, Pekojan, Taman Sari, Harapan Mulia, dan Penjaringan. Sedangkan di Jakarta Timur, mulai dari Kramat Jat, Kampung Makassar, Halim, sampai Kampung Melayu, juga tergenang.

Bila banjir-banjir sebelumnya, umumnya terjadi pada Januari atau akhir tahun, maka pada 1985, banjir terjadi pada Februari. Banjir kiriman dari Bogor ditambah curah hujan yang tinggi, menyebabkan Kali Pesanggrahan meluap. Inilah untuk pertama kali kawasan Cirendeu di Jakarta Selatan, tergenang air. Di Bintaro dan Kebayoran Lama, sekitar 500 rumah tergenang air. Di Jakarta Timur, daerah “langganan banjir” sepert Kampung Melayu dan Bukit Duri, juga membuat sebagian penduduknya terpaksa mengungsi.

Setelah itu, beberapa kali banjir “kecil” menghantam Jakarta. Namun banjir hebat baru kembali terjadi di Jakarta sekitar 10-11 tahun kemudian, yaitu pada 1996. Saat itu, permukiman elit Pantai Indah Kapuk Jakarta Utara yang masih dalam proses pembangunan terendam air akibat saluran Cengkareng meluap. Banjir juga melanda sebagian wilayah permukiman di daerah aliran Sungai Ciliwung. Mulai dari Kampung Melayu, Bukitduri, dan sebagian Slamet Riyadi, Manggarai di Jakarta Timur dan Selatan. Bagi warga di Jalan Slamet Riyadi IV, di perbatasan Jakarta Timur dan Jakarta Selatan, yang terletak di tepi Sungai Ciliwung, inilah untuk kali pertama merasakan sendiri adanya banjir walaupun dalam bentuk genangan air tak seberapa.

Abad Ke-21

Banjir besar berikutnya di Jakarta terjadi setelah memasuki abad ke- 21. Tercatat antara lain pada 2002, 2007, dan 2013. Ini semua membuat banyak pihak yang percaya ada siklus (sekitar) lima tahunan banjir besar di Jakarta. Suatu hal yang sebenarnya tak terlalu tepat, karena pada awal 2015, banjir kembali terjadi di Jakarta. Meskipun banjir terakhir ini dalam skala yang tak terlalu besar.

Menteri Lingkungan Hidup saat itu, Balthasar Kambuaya, memaparkan, potensi bencana banjir 2012 memiliki persamaan pola cuaca dengan tahun 1992 dan 2006. Selain faktor cuaca, potensi banjir juga disebabkan laju kerusakan lingkungan, sepert berkurangnya tutupan lahan dan daerah resapan. Menteri juga menyinggung perilaku masyarakat yang masih suka membuang sampah sembarangan, menjadi penyebab terjadinya banjir di Jakarta. (https://megapolitan.kompas.com/read/2012/01/12/13444237/Potensi.Bencana.Banjir.2012.Sama.dengan.1992.dan.2006). Laju kerusakan lingkungan, tak pelak menjadi faktor dominan sebagai penyebab terjadinya banjir di Jakarta.

Banjir pada 2002 merupakan kejadian yang mengenaskan untuk sebagian pihak. Cukup banyak yang menjadikan 2 Februari 2002 (02.02.02) sebagai hari istmewa, dan sejumlah calon pengantin menetapkan tanggal itu sebagai tanggal pernikahan mereka. Apa mau dikata, banjir hebat yang melanda Jakarta justru puncaknya terjadi pada 2 Februari 2002. Ini diakibatkan pada dua hari sebelumnya, 31 Januari dan 1 Februari 2002, curah hujan yang turun tercatat paling tinggi.

Curah hujan pada akhir Januari sampai awal Januari 2002 rata-rata 434 mm/bulan, dengan curah hujan tertnggi pada Januari yakni tanggal 29 dan 31 masing-masing sebesar 108 dan 75 mm/hari. Sedangkan pada Februari curah hujan terbesar tercatat pada 1 Februari sebesar 83 mm/hari. Bandingkan dengan hujan rata-rata bulanan yang hanya sekitar 140 – 160 mm/bulan.

Lima tahun kemudian, banjir kembali melanda ibu kota. Hampir dua pekan, sejak 1 Februari malam hari sampai 12 Februari 2007, banjir menggenangi banyak tempat di Jakarta. Kerusakan harta benda mencapai US$ 400 juta, sementara korban jiwa 80 orang. Selain sistem drainase yang buruk, banjir berawal dari hujan lebat yang berlangsung sejak sore hari 1 Februari hingga keesokan harinya 2 Februari. Belum lagi banyaknya volume air 13 sungai yang melintasi Jakarta yang berasal dari Bogor-Puncak-Cianjur, ditambah air laut yang sedang pasang. Akibatnya hampir 60 persen wilayah DKI Jakarta terendam banjir dengan kedalaman mencapai hingga lima meter di beberapa titik lokasi banjir.

Curah hujan yang amat tnggi pada awal Februari 2007, menyebabkan wilayah genangan air tercatat meluas dibandingkan keadaan pada banjir 1996 dan 2002. Tercatat pula 80 orang dinyatakan tewas karena terseret arus, tersengat listrik, atau sakit. Kerugian material akibat matinya perputaran bisnis mencapai triliunan rupiah. Jumlah warga yang mengungsi mencapai hampir 500.000 orang.

Hujan deras juga menyebabkan tanggul jebol di Kanal Banjir Barat (KBB) tepat di aliran Kali Sunter. Air meluber langsung ke perkantoran dan perumahan warga. Bahkan kawasan Jatibaru, Tanah Abang, dan Petamburan, tergenang air hingga setinggi dua meter.

Di Jakarta Timur, kawasan Kampung Melayu Besar paling parah tergenang. Sementara di Jakarta Utara, mulai dari Marunda, Rorotan, Koja, Kelapa Gading, hingga ke Sunter, Tanjung Priok, Pademangan, Angke, Pluit, dan Kapuk, tak luput dari terjangan banjir. Tinggi genangan bervariasi, 30 sentmeter hingga 1 meter. Kawasan Jakarta lainnya juga tak luput dari genangan air. Kondisi banjir juga diperparah dengan padamnya listrik selama beberapa hari.

Arus banjir menggerus jalan-jalan di Jakarta dan menyebabkan berbagai kerusakan yang memperparah kemacetan. Diperkirakan sebanyak 82.150 meter persegi jalan di seluruh Jakarta rusak ringan sampai berat. Kerusakan beragam, mulai dari lubang kecil dan pengelupasan aspal sampai lubang-lubang yang cukup dalam. Kerusakan yang paling parah terjadi di Jakarta Barat, tempat jalan rusak mencapai 22.650 m², disusul Jakarta Utara (22.520 m²), Jakarta Pusat (16.670 m²), dan Jakarta Selatan (11.090 m²). Kerusakan jalan paling ringan dialami Jakarta Timur, yang hanya menderita jalan rusak seluas 9.220 m².

Banjir juga membuat sebagian jalur kereta api lumpuh. Lintasan kereta api yang menuju Stasiun Tanah Abang tdak berfungsi karena jalur rel di sekitar stasiun itu digenangi air luapan Sungai Ciliwung. Sementara, penyakit kulit, infeksi saluran pernafasan atas (ispa), dan diare, mulai menjangkit di mana-mana. Dinas Kesehatan DKI Jakarta dan seluruh aparat kesehatan di Puskesmas dan rumah-rumah sakit, siaga 24 jam untuk menolong korban banjir yang menderita penyakit.

Akibat banjir tersebut, banyak pihak menduga-duga bahwa sesuai siklus banjir lima tahunan di Jakarta, maka banjir besar berikutnya akan melanda lima tahun sesudah 2007, yaitu pada 2012. Memang, pada Desember 2012, sebagian kecil wilayah di Jakarta sudah mulai terkena dampak banjir, namun puncaknya barulah pada Januari 2013. Bahkan kompleks Istana Negara juga terendam banjir.

Hingga pertengahan Januari 2013, Jakarta tercatat mencapai rekor curah hujan hingga 250-300 mm, melebihi kondisi banjir Jakarta 2002 yang mencapai 200 mm, namun masih di bawah kondisi banjir Jakarta 2007 yang mencapai 340 mm. Jalan-jalan utama di Jakarta, sepert Jalan Sudirman, Thamrin, sampai ke kawasan Medan Merdeka, digenangi air. Walaupun banyak pihak mengatakan buruknya drainase dan sampah yang menumpuk merupakan salah satu penyebab utama banjir, namun ada pula yang mengatakan hal itu disebabkan pompa yang telah disediakan tdak mampu mengimbangi tngginya aliran air yang hendak dipindahkan ke Kanal Banjir Barat.

Selain kerugian ekonomi mencapai triliunan rupiah, banjir juga menelan 20 korban jiwa. Tercatat 33.500 orang terpaksa mengungsi. Akibat jebolnya tanggul di Jalan Latuharhary itu.

Banjir kali ini juga menyebabkan sejumlah tanggul jebol. Bila pada Desember 2012, tanggul di Kali Cipinang dan Kali Laya Pekayon – keduanya di Jakarta Timur – jebol, maka pada 15 Januari 2013, tanggul di Kedoya Selatan, Kebon Jeruk, juga jebol akibat hantaman banjir setnggi dua meter. Berikutnya, dua hari kemudian, tanggul Kanal Banjir Barat di daerah Latuharhary, Jakarta Pusat, ikut jebol. Perumahan elit di kawasan Menteng dan sejumlah kawasan bisnis di Sudirman-Thamrin, ikut terkena dampaknya. Genangan air melebar di kawasan-kawasan tersebut. Gubernur DKI Jakarta saat itu, Joko Widodo, ikut turun tangan membantu langsung perbaikan tanggul di Jalan Latuharhary tersebut.

Selain kerugian ekonomi mencapai triliunan rupiah, banjir juga menelan 20 korban jiwa. Tercatat 33.500 orang terpaksa mengungsi. Akibat jebolnya tanggul di Jalan Latuharhary itu, peristwa mengenaskan terjadi di gedung UOB yang terletak di dekat Bundaran Hotel Indonesia. Sedikitnya dua orang meninggal dunia dan 47 mobil terendam di lantai bawah gedung UOB itu.

Banjir kali ini kembali menyebabkan daerah Pluit ikut terendam. Pemerintah Provinsi DKI Jakarta kemudian menawarkan relokasi kepada penghuni rumah liar di sekitar Waduk Pluit untuk pindah ke rumah susun yang diberikan fasilitas sangat lengkap, dengan alasan mengurangi dampak banjir di masa depan dan memungkinkan peralatan berat bekerja untuk mengeruk waduk.

Seusai banjir itu, sebagian warga Jakarta mengira bahwa banjir berikutnya akan datang lima tahun lagi, atau sekitar 2018. Ternyata dua tahun kemudian, tepatnya pada 2015, banjir pun menerjang Jakarta. Banjir bermula dari curah hujan tnggi pada 8 Februari 2015 sore hari, dan keesokan harinya, ibu kota pun “dikepung” air. Memang dibandingkan sebelumnya, banjir kali ini tak terlalu hebat dalam luas wilayah maupun kerugian yang diakibatkannya. Namun tetap saja, banjir “menghantui” warga Jakarta.

Tercatat sedikitnya 52 ttk banjir tersebar seantero Jakarta. Beberapa kawasan terparah yang sempat tergenang air berada di Kelapa Gading, Mangga Dua, dan Grogol. Genangan air juga terdapat di kawasan Medan Merdeka yang melingkupi kompleks Istana Negara di Jalan Merdeka Utara dan Balai Kota DKI Jakarta di Jalan Merdeka Selatan.

“Banjir terus, banjir terus, kapan Jakarta bebas banjir?”, begitu mungkin yang sudah sering dikeluhkan warga Jakarta. Banyak pengamat menyebutkan penataan saluran air di Jakarta harus menjadi prioritas. Sungai Ciliwung sebagai sungai utama yang melintasi ibu kota, tetap harus diperhatkan, dijaga, dan dirawat. (Berthold DH Sinaulan)

Kearsipan