Pencarian Data


DISPUSIP JAKARTA, INDONESIA – Ali Sadikin lahir di Sumedang pada tanggal 07 Juli 1927, wafat di Singapura pada tanggal 20 Mei 2008 di usia 80 tahun. Dia adalah seorang Letnan Jenderal KKO-AL (Korps Komando Angkatan Laut) yang ditunjuk oleh presiden Soekarno menjadi Gubernur Jakarta pada tahun 1966 yang kemudian diduetkan dengan tokoh Sunda lainnya Laksamana Muda Udara Raden H. Atje Wiriadinata untuk membangun Ibu Kota Republik. Sebelumnya, dia pernah menjabat sebagai Deputi Kepala Staf Angkatan Laut, Menteri Perhubungan Laut, Kabinet Dwikora dan Kabinet Dwikora yang disempurnakan di bawah Pimpinan Presiden Soekarno.

Ali Sadikin merupakan salah satu Gubernur DKI Jakarta yang menciptakan sangat banyak gebrakan. Sejak dilantik Presiden Soekarno di Istana Negara tahun 1966, Ali Sadikin segera bergegas memperbaiki masalah-masalah klasik di Ibu Kota. Tidak hanya menyentuh masalah kurangnya rumah sakit, sampah, air minum, dan pengangguran, tetapi juga sarana transportasi dan hiburan bagi masyarakat. Ali Sadikin menjadi Gubernur yang sangat merakyat dan dicintai rakyatnya. Karena itu ia akrab disapa oleh penduduk Kota Jakarta dengan panggilan Bang Ali, sementara istrinya, Ny. Ali Sadikin, seorang dokter gigi yang disapa Mpok Nani. Dari deretan Panjang sejarah kepemimpinan DKI Jakarta, Bang Ali adalah tokoh paling popular sebagai penggagas pembangunan kota metropolitan modern.

 

Gambar 1.1 – Suasana Pelantikan Ali Sadikin sebagai Gubernur DKI Jakarta oleh Presiden Ir. Soekarno

 

Ali Sadikin dilantik secara langsung oleh Presiden Soekarno menjadi Gubernur DKI Jakarta pada Kamis, 28 April 1966 pukul 10.00 di Istana Negara. Pelantikan Ali Sadikin tersebut berdasarkan Keputusan Presiden Nomor 82 Tahun 1966. Dalam keputusan tersebut, Ali Sadikin yang juga merupakan anggota Staff Waperdam Bidang Ekonomi, Keuangan, dan Pembangunan dipandang cakap dan memenuhi syarat-syarat menjadi Gubernur DKI Jakarta. Ali Sadikin adalah Gubernur yang sangat berjasa dalam mengenbangkan Jakarta menjadi sebuah kota metropolitan yang modern.

Di bawah kepemimpinannya Jakarta mengalami banyak perubahan karena proyek-proyek pengembangan buah pikiran Bang Ali, seperti Taman Ismail Marzuki, Kebun Binatang Ragunan, proyek Senen, Taman Impian Jaya Ancol, Taman Ria Monas, Taman Ria Remaja, Kota Satelit Pluit di Jakarta Utara, pelestarian budaya Betawi di Kawasan Condet. Bang Ali juga mencetuskan pesta rakyat setiap tahun pada hari jadi kota Jakarta yang diperingati setiap tanggal 22 Juni.

Bersama dengan itu berbagai aspek budaya Betawi dihidupkan kembali, seperti Kerak Telor, Ondel-Ondel, Lenong, dan Topeng Betawi yang lestari hingga saat ini. Ia juga sempat memberikan perhatian kepada kehidupan para artis lanjut usia di kota Jakarta yang saat tu banyak bermukim di daerah Tangki, sehingga daerah tersebut dinamai Tangkiwood. Selain itu, Bang Ali juga menyelenggarakan Pekan Raya Jakarta yang saat ini lebih dikenal dengan nama Jakarta Fair, sebagai sarana hiburan dan promosi dagang industry barang dan jasa dari seluruh tanah air bahkan juga manca negara. Ali Sadikin berhasil memperbaiki sarana transportasi di Jakarta dengan mendatangkan banyak bus kota dan menata trayeknya, serta membangun halte (tempat menunggu) bus yang nyaman dan aman.

Di bawah pimpinan Bang Ali, Jakarta berkali-kali menjadi tuan rumah Pekan Olahraga Nasional (PON) yang mengantarkan kontingen DKI Jakarta menjadi juara umum selama beberapa kali. Salah tau kebijakan Bang Ali yang kontroversial adalah mengembangkan hiburan malam dengan berbagai klab malam, mengizinkan diselenggarakannya perjudian di kota Jakarta dengan memungut pajaknya untuk pembangunan kota, serta membangun kompleks Kramat Tunggak sebagai lokalisasi pelacuran. Di bawah kepemimpinannya pula diselenggarakan pemilihan Abang dan None Jakarta.

 

Gambar 1.2 – Suasana Peringatan Hari Pahlawan di Balaikota tahun 1969

 

Masa jabatan Ali Sadikin berakhir pada tahun 1977, dan dia digantikan oleh Letjen. Tjokropranolo. Setelah berhenti dari jabatannya sebagai Gubernur, Ali Sadikin tetap aktif dalam menyumbangkan pikiran-pikirannya untuk pembangunan kota Jakarta dan negara Indonesia. Hal ini membawanya kepada oposisi sebagai anggota Petisi 50, sebuah kelompok yang terdiri dari tokoh-tokoh militer dan swasta yang kritis terhadap pemerintahan mantan Presiden Soeharto.

  1. Sejumlah proyek yang berhasil dijalankan semasa pemerintahan Ali Sadikin antara lain:
  2.  Peresmian tempat rekreasi Bina Ria Ancol tahun 1968, yang merupakan bagian dari proyek Ancol seluas 552 hektar.
  3. Pembagian Jakarta menjadi 5 Kota Madya, yaitu Jakarta Pusat, Jakarta Utara, Jakarta Barat, Jakarta Selatan, dan Jakarta Timur.
  4. Pembukaan Djakarta Fair pertama di Kawasan Monumen Nasional (Monas) tahun 1968.
  5.  Peresmian Taman Ismail Marzuki tahun 1968.
  6. Sejumlah sarana olahraga, seperti Jakarta Bowling Centre tahun 1970.
  7. Lapangan Tembak Senayan tahun 1971.
  8. Lapangan Pacuan Kuda Pulomas tahun 1971.
  9. Peresmian Terminal Bus Lapangan Banteng, Jakarta Pusat tahun 1967.
  10. Peresmian terminal Blok M, Kebayoran Baru tahun 1968.
  11. Pembangunan Terminal Oplet di Jatinegara dan beroperasi tahun 1968.
  12.  Terminal Jakarta Kota tahun 1969.
  13. Terminal Tanjung priok tahun 1969.
  14. Pasar Melawai Blok M, Kebayoran Baru tahun 1968.
  15. Pasar Jatinegara tahun 1969.
  16. Pasar Grogol tahun 1969.
  17.  Pusat pertokoan Glodok Building tahun 1971.
  18. Peresmian Pasar Induk Cipinang tahap pertama tahun 1974.
  19. Penetapan kawasan industri di Pulo Gadung tahun 1969.
  20. Rumah Sakit Kanker di Jl. S. Parman tahun 1970.

 

Bang Ali meninggal dunia di Singapura pada hari Selasa, 20 Mei 2008. Dia meninggalkan lima orang anak lelaki dan istri keduanya yang dia nikahi setelah Nani terlebih dahulu meninggal dunia.

 

 

 

 

Penulis & Editor : Tim Publikasi Kearsipan

Sumber :

Sopandi, Andi. Triono. Hamluddin. (2019). Profil Gubernur dan Wakil Gubernur Jakarta dari Masa Ke Masa. Dinas Perpustakaan dan Kearsipan Provinsi DKI Jakarta.

Wikipedia.com. 10 Februari 2024. Ali Sadikin. Diakses pada 13 Januari 2024, dari https://id.wikipedia.org/wiki/Ali_Sadikin

Kearsipan Jakarta Tempoe Doeloe Gubernur

DISPUSIP JAKARTA, INDONESIAGubernur DKI Jakarta untuk periode 1964–1965, Hendrik Hermanus Joel Ngantung atau juga dikenal dengan nama Henk Ngantung lahir di Manado pada tanggal 1 Maret 1921. Henk beristrikan Hetty Evelyn "Evie" Ngantung Mamesah. Pernikahan mereka dikaruniai 4 orang anak yaitu Maya Ngantung, Genie Ngantung, Kamang Ngantung, dan Karno Ngantung.

 

 

Pada 1940 beliau memutuskan hijrah ke Batavia atau Jakarta yang saat itu masih menjadi pusat pemerintahan Hindia Belanda. Di ibukota, Henk Ngantung bergiat di Persatuan Ahli Gambar Indonesia (Persagi). Di sini pula, ia mulai berinteraksi dengan pelukis kenamaan, Sudjojono. Lukisan "Memanah", patung Selamat Datang, sketsa Perundingan Linggarjati, sketsa perempuan yang dijadikan pelayan militer Jepang adalah sedikit dari karya-karya seni yang pernah dia buat. Henk Ngantung menjadi salah satu pendiri Gelanggang Seniman Merdeka (1946) yang mengihimpun kaum seniman Angkatan 45, termasuk Chairil Anwar, Haruddin M.S., Mochtar Apin, Basuki Resobowo, Asrul Sani, dan lainnya. 

 

 

Sebelum dipilih menjadi gubernur terlebih dulu menjabat Wakil Gubernur DKI Jakarta pada periode 1960–1964 dengan gubernurnya Soemarno. Di tahun 1964 Henk Ngantung diangkat sebagai Gubernur Jakarta untuk menggantikan posisi Soemarno yang naik level menjadi Menteri Dalam Negeri. Presiden Soekarno memegang peranan penting dalam pemilihan Gubernur ini. Ia meyakini pembangunan Ibu Kota Negara itu tak dapat dipercayakan ke sembarang orang. Soekarno ingin Henk gunakan bakatnya mempercantik Jakarta dan menjadikannya sebagai mercusuar peradaban bangsa. Ia ingin Jakarta dibangun dengan semangat romantisme revolusi. Seisi kota mulai dibangun ikon-ikon yang memantik semangat kebangsaan. Suatu upaya untuk mempertegas identitas kebangsaan. Upaya itu ditunjukkan Bung Karno dengan memilih sederet ahli dan seniman untuk melanggengkan keinginannya. Proyek-proyek pembangunan yang kemudian dikenal sebagai proyek mercusuar digalakkan, mulai dari patung, hotel, hingga taman. Henk meletakan fondasi penting pembangunan Jakarta sebagai Ibu Kota yang tertata dan indah. Sekalipun periode kepemimpinannya singkat.

 

 

 

 

 

Sumber :

https://voi.id/memori/337465/henk-ngantung-gubernur-dki-jakarta-yang-diangkat-langsung-presiden-indonesia

https://id.wikipedia.org/wiki/Henk_Ngantung

https://p2k.stekom.ac.id/ensiklopedia/Henk_Ngantung

Kearsipan Jakarta Tempoe Doeloe Gubernur

DISPUSIP JAKARTA, INDONESIA – Brigadir Jenderal TNI (Purn.) dr. H. Soemarno Sosroatmodjo adalah seorang Dokter, Tentara, dan Politikus yang lahir pada tanggal 24 April tahun 1911 di Rambipuji, Jember, Jawa Timur.

Karir Soemarno dimulai saat sebelum zaman kemerdekaan, ia pernah menjadi Direktur Rumah Sakit Hanggulan Sinta yang berlokasi di kampung Barimba, Kecamatan Kapuas Hilir, Kabupaten Kapuas, Kalimantan Tengah pada tahun 1939. Rumah Sakit tersebut pernah pindah ke Jl. Kapten Pierre Tendean, sebelum akhirnya pindah ke Jl. Tambun Bungai No. 16 dengan nama RSUD dr. H. Soemarno. Sosroatmodjo.

Brigadir Jenderal dr. H. Soemarno Sosroatmodjo menjabat ketika status Kota Praja Jakarta Raya berubah menjadi daerah tingkat 1 dengan Kepala Daerah berpangkat Gubernur. Kemudian, berdasarkan UU No. 10 Tahun 1964, Jakarta ditetapkan menjadi Ibu Kota Negara Indonesia. Hal ini berdampak pada pembangunan kota yang cenderung menuju arah kota metropolitan. Masa pemerintahan Soemarno lebih difokuskan pada tertib bersih lingkungan tempat tinggal, kesehatan, dan perluasan lapangan kerja.

 

Gambar 1.1 – Upacara Pengambilan Sumpah Gubernur Soemarno di Balai Kota (06 Februari 1960)

 

Pada masa kepemimpinannya, selain dibangun Monas, Patung Selamat Datang, dan Patung Pahlawan di Menteng, juga dibangun rumah minimum. Konsep rumah minimum ini adalah rumah dengan luas 90 meter persegi, dibangun di atas tanah 100 meter persegi, terdiri dari dua lantai, lokasinya dekat dengan tempat kerja. Proyek pertama rumah minimum dibangun di Jalan Raden Saleh, Karang Anyar, Tanjung priok, dan Bandengan Selatan.

“Kalau kita bisa menyelenggarakan Asian Games, maka sayang sekali jika kita tidak bisa menyelesaikan soal perumahan”, itu sepenggal ungkapan Soemarno kepada Wartawan Star Weekly. Kisahnya bermula saat Jakarta sedang dalam persiapan menjadi tuan rumah assian games 1962. Sebagai Ibukota, Jakartapun diharuskan membangun banyak fasilitas untuk melancarkan pekan olahraga terbesar di Asia itu. Namun ternyata, ada konsekuensi berat yang harus diterimanya. “Konsekuensinya, pembangunan tersebut harus mengorbankan penduduk Jakarta. Jumlah rumah yang dibongkar dan dibangun Kembali sebanyak 8.652 rumah. Padahal disaat yang sama Ibukota Negara ini juga kekurangan 100 ribu rumah dan terus bertambah setiap tahun sebanyak 10 ribu rumah”, jelasnya.

Beberapa kebijakan dimasa kepemimpinan Soemarno dan sejumlah proyek yang dilakukan yaitu:

(1)   Pembangunan Kompleks Olahraga di Senayan (Saat ini menjadi Gelora Utama Bung Karno), untuk menyambut Asian Games IV di Jakarta tahun 1962

(2)   Kerja bakti menyapu jalan dan membersihkan selokan yang dilaksanakan setiap hari Minggu

(3)   Renovasi sejumlah pasar, antara lain Pasar Cikini, Pasar Senen, Pasar Tebet, Pasar Blok M, dan Pasar Grogol

(4)   Mendirikan sejumlah PT yang dijalankan atas kerja sama Pemerintahan Daerah dengan pihak swasta, seperti PT Bank Pembangunan Daerah (perbankan), PT Pembangunan Jaya (kontraktor real estat, industri, dan rekreasi), PT Surya Jaya dan PT Sinar Jaya (penerbitan dan pemberitaan), PT Terigu Jaya dan Yayasan Kebutuhan Pokok Jakarta (pangan)

(5)   Pembangunan Area Wisata Ancol

 

Gambar 1.2 – Suasana Rapat Tentang Pembahasan Pembangunan Daerah Wisata Ancol

 

Rintisan awal dibentuknya PT Pembangunan Jaya sebagai Langkah awal pembangunan destinasi Wisata Ancol di Jakarta. Embrio berdirinya Perseroan Terbatas Pembangunan Jaya Ancol, tak terlepas dan seiring dengan pembangunan Ancol Taman Impian sebagai sebuah destinasi wisata terpadu yang terbesar di Indonesia.

Potensi area Ancol sebagai sebuah destinasi wisata telah lama menarik perhatian Pemerintah, bahkan sejak awal abad ke-17, Gubernur Jenderal Hindia Belanda, Adriaan Valckenier, tertarik untuk mengembangkan wilayah tersebut. Namun, potensi itu seolah terabaikan selama terjadi Perang Kemerdekaan. Inisiatif pegembangan destinasi Ancol pun akhirnya datang dari Presiden Republik Indonesia yang pertama, Ir. Soekarno.

Selanjutnya, Ir. Soekarno pada akhir Desember 1965 memerintahkan dan menunjuk Gubernur DKI Jakarta dr. H. Soemarno Sosroatmodjo sebagai Pelaksana Oembangunan dan Pengembangan Daerah Ancol untuk mengeksplorasi Kembali daya Tarik Ancol sebagai destinasi wisata. Kemudian, pada tahun 1966, proyek tersebut dilanjutkan oleh Gubernur Ali Sadikindan atas persetujuan Pemerintah DKI Jakarta memutuskan untuk menyerahkan Proyek Ancol kepada PT Pembangunan Jaya.

Setelah selesai masa baktinya, Soemarno menjabat sebagai Menteri Dalam Negeri dan jabatan Gubernur Jakarta dilanjutkan oleh Henk Ngantung atas perintah Presiden Soekarno, karena kesehatan Soemarno yang tidak memungkinkan untuk melanjutkan jabatannya.

Soemarno tutup usia di kediamannya pada tanggal 09 Januari 1991 pada usia 79 tahun. Almarhum meninggalkan seorang istri, tujuh anak, 22 cucu, dan 3 cicit. Ia dimakamkan di TPU Karet, Jakarta Pusat. Namanya kemudian diabadikan menjadi nama Rumah Sakit di Kawasan Kabupaten Kapuas, Kalimantan Tengah. Hal ini karena Soemarno sempat memimpin Rumah Sakit tersebut pada era Pra-Kemerdekaan.

 

 

 

Penulis & Editor : Tim Publikasi Kearsipan

Sumber :

Sopandi, Andi. Triono. Hamluddin. (2019). Profil Gubernur dan Wakil Gubernur Jakarta dari Masa Ke Masa. Dinas Perpustakaan dan Kearsipan Provinsi DKI Jakarta.

Wikipedia.com. 09 Oktober 2023. Soemarno Sosroatmodjo. Diakses pada 26  Januari 2024, dari https://jv.wikipedia.org/wiki/Soemarno_Sosroatmodjo

Nasional.okezone.com. 12 Mei 2021. Kisah Soemarno Sosroatmodjo Kakek Bimbim Slank, Pencetus Rumah Murah di Jakarta. Diakses pada 26 Januari 2024, dari https://nasional.okezone.com/read/2021/05/12/337/2409286/kisah-soemarno-sosroatmodjo-kakek-bimbim-slank-pencetus-rumah-murah-di-jakarta

Kearsipan Jakarta Tempoe Doeloe Gubernur

DISPUSIP JAKARTA, INDONESIA – Soediro, dengan nama lengkap Raden Soediro Hardjodisastro lahir pada tanggal 24 april 1911 di dusun Ledok Ratmakan, Yogyakarta, merupakan seorang pendidik dan politisi pemerintahan Indonesia. Ia dikenal sebagai Gubernur Sulawesi pada periode 1951-1953 dan Walikota Jakarta (setara dengan Gubernur) untuk periode tahun 1953-1960 sekaligus sebagai anggota konstituante RI hasil pemilu tahun 1955 mewakili Partai Nasional Indonesia (PNI).

Karir Soediro dalam dunia pendidikan dimulai sebagai Direktur Mulo-Kweekschool Boedi Oetomo (1931-1933), Ketua Taman Siswa Madiun (1936), Guru Ksatriaan Institut Cianjur (1936-1937), Kepala HIS Gubernemen Curup (1937-1940), Kepala HIS Plaju, Palembang (1940-1942), Inspektur Sekolah-sekolah Balatentara Jepang di Plaju Sungai Gerong (1942-1944), Pemimpin Barisan Pelopor Jawa Hooko Kai Jakarta (1944-1945).

Sedangkan dalam dunia politik dimulai sejak ia menjabat sebagai anggota KNIP (1945-1947), Wakil Presiden Surakarta (1946-1947), Residen Koordinator Solo-Madiun, Semarang, dan Pati (1948-1949), Residen Madiun (1950-1951), Gubernur Sulawesi (1951-1953), dan Walikota Jakarta (1953-1960), dan Anggota Dewan Pertimbangan Agung RI (1978-1983).

 

Gambar 1.1 – Walikota Raden Soediro Hardjodisastro Sebagai Ketua Umum "Dana Perjuangan Irian Barat" (Dapib) Sedang Pidato untuk Mencari Dana

 

Soediro aktif dalam kegiatan keorganisasian, seperti Jong Java cabang Yogyakarta (1925-1929), Ketua cabang Indonesia Muda (IM) Magelang (1929-1931), Ketua Kepanduan Bangsa Indonesia (KBI) cabang Magelang (1929-1931), PB Partindo (1931-1935), Wakil Pemerintah Umum Barisan Banteng (1945-1948), Ketua Umum Sarekat Kerja Kementerian Dalam Negeri (1947-1959), Ketua Umum Dana Perjuangan Irian Barat (1957-1962), Ketua 1 Persatuan Wredatama Republik Indonesia (1977).

Soediro merupakan tokoh yang memprakarsai pembentukan Rukun Tetangga (RT) dan Rukun Kampung (RK) yang kemudian menjadi Rukun Warga (RW) dengan mengumpulkan lebih dari 3.000 pemuka masyarakat untuk melakukan musyawarah selama 3 hari. Beliau pun juga membuat kebijakan yang fenomenal adalah kebijakan pemecahan wilayah Jakarta menjadi 3 wilayah kabupaten, yaitu Jakarta Utara, Jakarta Pusat, dan Jakarta Selatan.

 

Gambar 1.2 – Suasana Penyumpahan Walikota Raden Soediro Hardjodisastro oleh Menteri Dalam Negeri Tahun 1953

 

Soediro juga menyatakan ada 3 daerah teritoris utama di Jakarta, Bandara Kemayoran, Pelabuhan Tanjung Priok, dan Kota Satelit Kebayoran Baru. Soediro pernah membuat kebijakan sekolah gratis untuk tingkat Sekolah Dasar (SD), namun kebijakan ini hanya berlaku 1 tahun setelah pemerintah pusat membatalkan kebijakan ini. Beberapa proyek yang dikerjakan semasa pemerintahan Soediro, antara lain:

1.      Waduk Pluit

2.      Jalan Raya Tanjung Priok ke Cililitan (Jakarta Bypass)

3.      Perumahan Anggota DPR di Grogol

4.      Persiapan Pembangunan Masjid Istiqlal dan Hotel Indonesia

5.      Pembangunan Kota Mahasiswa di Rawamangun

6.      Pembangunan Air Minum di Pejompongan

7.      Pembangunan Jembatan Besi

 

 

Penulis & Editor : Tim Publikasi Kearsipan

Sumber :

Sopandi, Andi. Triono. Hamluddin. (2019). Profil Gubernur dan Wakil Gubernur Jakarta dari Masa Ke Masa. Dinas Perpustakaan dan Kearsipan Provinsi DKI Jakarta.

Wikipedia.com. 22 Desember 2023. Soediro. Diakses pada 24  Januari 2024, dari https://id.wikipedia.org/wiki/Soediro

Harapanrakyat.com. 18 Oktober 2022. Raden Soediro Hardjodisastro: Gubernur Jakarta, Kakek Tora Sudiro. Diakses pada 24 Januari 2024, dari https://www.harapanrakyat.com/2022/10/raden-soediro-hardjodisastro-gubernur-jakarta-kakek-tora-sudiro/

Kearsipan Jakarta Tempoe Doeloe Gubernur

DISPUSIP JAKARTA, INDONESIA – Sjamsuridjal lahir di Karang Anyar, Jawa Tengah, 11 Oktober 1903 ini merupakan sosok seorang politisi berkebangsaan Indonesia dan menjadi pemimpin Ibukota pertama yang berasal atau diusung oleh partai politik Islam, yaitu Majelis Syuro Muslimin Indonesia (Masyumi). Sebelum menjadi Gubernur Sjamsuridjal pernah menjabat sebagai Walikota Bandung pada tahun 1945, Walikota Surakarta Walikota Jakarta pada tahun 1951-1953, serta Walikota Jakarta pada tahun 1951-1953.

Sjamsuridjal dipilih bukan melalui pemilihan Kepala Daerah, melainkan ditunjuk langsung oleh Pemerintah Pusat. Sjamsuridjal adalah Pejabat Pengganti Walikota sebelumnya, Soewirdjo, yang diangkat sebagai Wakil Perdana Menteri Indonesia pada 27 April 1951. Kekosongan tersebut kemudian diisi oleh Sjamsuridjal menjadi Gubernur Jakarta.

 

Gambar 1.1 – Suasana Penyumpahan Walikota Sjamsuridjal oleh Menteri Dalam Negeri Iskaq Tjokroadisurjo di Balai Kota, 29 Juni 1951

 

Dalam pidato pelantikannya, Sjamsuridjal ingin membangun Jakarta menjadi kota yang indah dan ternama. Beberapa program kerja  selama ia menjabat, antara lain pembangunan Stadion Nasional IKADA (Ikatan Atletik Djakarta), pembagian aliran listrik, penambahan air minum, dan urusan pertanahan.

Ada sejumlah proyek yang diprakarsai semasa pemerintahan Sjamsuridjal : pembangunan Pusat Tenaga Listrik di Ancol, pembangunan “Waterzuivering” atau Tempat Penjernihan Air di Pejompongan, pembangunan Perumahan Rakyat di Bendungan Hilir, Karet, Pasar Baru, dan Jembatan Duren yang dapat menampung 33.000 orang, dan pembangunan dua Rumah Sakit di Jalan Balikpapan dan Tanjung Priok. Sjamsuridjal wafat saat berusia 61 tahun pada 29 Desember 1964 di Surabaya, Jawa Timur.