DISPUSIP JAKARTA, INDONESIA – Brigadir Jenderal TNI (Purn.) dr. H. Soemarno Sosroatmodjo adalah seorang Dokter, Tentara, dan Politikus yang lahir pada tanggal 24 April tahun 1911 di Rambipuji, Jember, Jawa Timur.
Karir Soemarno dimulai saat sebelum zaman kemerdekaan, ia pernah menjadi Direktur Rumah Sakit Hanggulan Sinta yang berlokasi di kampung Barimba, Kecamatan Kapuas Hilir, Kabupaten Kapuas, Kalimantan Tengah pada tahun 1939. Rumah Sakit tersebut pernah pindah ke Jl. Kapten Pierre Tendean, sebelum akhirnya pindah ke Jl. Tambun Bungai No. 16 dengan nama RSUD dr. H. Soemarno. Sosroatmodjo.
Brigadir Jenderal dr. H. Soemarno Sosroatmodjo menjabat ketika status Kota Praja Jakarta Raya berubah menjadi daerah tingkat 1 dengan Kepala Daerah berpangkat Gubernur. Kemudian, berdasarkan UU No. 10 Tahun 1964, Jakarta ditetapkan menjadi Ibu Kota Negara Indonesia. Hal ini berdampak pada pembangunan kota yang cenderung menuju arah kota metropolitan. Masa pemerintahan Soemarno lebih difokuskan pada tertib bersih lingkungan tempat tinggal, kesehatan, dan perluasan lapangan kerja.
Gambar 1.1 – Upacara Pengambilan Sumpah Gubernur Soemarno di Balai Kota (06 Februari 1960) |
Pada masa kepemimpinannya, selain dibangun Monas, Patung Selamat Datang, dan Patung Pahlawan di Menteng, juga dibangun rumah minimum. Konsep rumah minimum ini adalah rumah dengan luas 90 meter persegi, dibangun di atas tanah 100 meter persegi, terdiri dari dua lantai, lokasinya dekat dengan tempat kerja. Proyek pertama rumah minimum dibangun di Jalan Raden Saleh, Karang Anyar, Tanjung priok, dan Bandengan Selatan.
“Kalau kita bisa menyelenggarakan Asian Games, maka sayang sekali jika kita tidak bisa menyelesaikan soal perumahan”, itu sepenggal ungkapan Soemarno kepada Wartawan Star Weekly. Kisahnya bermula saat Jakarta sedang dalam persiapan menjadi tuan rumah assian games 1962. Sebagai Ibukota, Jakartapun diharuskan membangun banyak fasilitas untuk melancarkan pekan olahraga terbesar di Asia itu. Namun ternyata, ada konsekuensi berat yang harus diterimanya. “Konsekuensinya, pembangunan tersebut harus mengorbankan penduduk Jakarta. Jumlah rumah yang dibongkar dan dibangun Kembali sebanyak 8.652 rumah. Padahal disaat yang sama Ibukota Negara ini juga kekurangan 100 ribu rumah dan terus bertambah setiap tahun sebanyak 10 ribu rumah”, jelasnya.
Beberapa kebijakan dimasa kepemimpinan Soemarno dan sejumlah proyek yang dilakukan yaitu:
(1) Pembangunan Kompleks Olahraga di Senayan (Saat ini menjadi Gelora Utama Bung Karno), untuk menyambut Asian Games IV di Jakarta tahun 1962
(2) Kerja bakti menyapu jalan dan membersihkan selokan yang dilaksanakan setiap hari Minggu
(3) Renovasi sejumlah pasar, antara lain Pasar Cikini, Pasar Senen, Pasar Tebet, Pasar Blok M, dan Pasar Grogol
(4) Mendirikan sejumlah PT yang dijalankan atas kerja sama Pemerintahan Daerah dengan pihak swasta, seperti PT Bank Pembangunan Daerah (perbankan), PT Pembangunan Jaya (kontraktor real estat, industri, dan rekreasi), PT Surya Jaya dan PT Sinar Jaya (penerbitan dan pemberitaan), PT Terigu Jaya dan Yayasan Kebutuhan Pokok Jakarta (pangan)
(5) Pembangunan Area Wisata Ancol
Gambar 1.2 – Suasana Rapat Tentang Pembahasan Pembangunan Daerah Wisata Ancol |
Rintisan awal dibentuknya PT Pembangunan Jaya sebagai Langkah awal pembangunan destinasi Wisata Ancol di Jakarta. Embrio berdirinya Perseroan Terbatas Pembangunan Jaya Ancol, tak terlepas dan seiring dengan pembangunan Ancol Taman Impian sebagai sebuah destinasi wisata terpadu yang terbesar di Indonesia.
Potensi area Ancol sebagai sebuah destinasi wisata telah lama menarik perhatian Pemerintah, bahkan sejak awal abad ke-17, Gubernur Jenderal Hindia Belanda, Adriaan Valckenier, tertarik untuk mengembangkan wilayah tersebut. Namun, potensi itu seolah terabaikan selama terjadi Perang Kemerdekaan. Inisiatif pegembangan destinasi Ancol pun akhirnya datang dari Presiden Republik Indonesia yang pertama, Ir. Soekarno.
Selanjutnya, Ir. Soekarno pada akhir Desember 1965 memerintahkan dan menunjuk Gubernur DKI Jakarta dr. H. Soemarno Sosroatmodjo sebagai Pelaksana Oembangunan dan Pengembangan Daerah Ancol untuk mengeksplorasi Kembali daya Tarik Ancol sebagai destinasi wisata. Kemudian, pada tahun 1966, proyek tersebut dilanjutkan oleh Gubernur Ali Sadikindan atas persetujuan Pemerintah DKI Jakarta memutuskan untuk menyerahkan Proyek Ancol kepada PT Pembangunan Jaya.
Setelah selesai masa baktinya, Soemarno menjabat sebagai Menteri Dalam Negeri dan jabatan Gubernur Jakarta dilanjutkan oleh Henk Ngantung atas perintah Presiden Soekarno, karena kesehatan Soemarno yang tidak memungkinkan untuk melanjutkan jabatannya.
Soemarno tutup usia di kediamannya pada tanggal 09 Januari 1991 pada usia 79 tahun. Almarhum meninggalkan seorang istri, tujuh anak, 22 cucu, dan 3 cicit. Ia dimakamkan di TPU Karet, Jakarta Pusat. Namanya kemudian diabadikan menjadi nama Rumah Sakit di Kawasan Kabupaten Kapuas, Kalimantan Tengah. Hal ini karena Soemarno sempat memimpin Rumah Sakit tersebut pada era Pra-Kemerdekaan.
Penulis & Editor : Tim Publikasi Kearsipan
Sumber :
Sopandi, Andi. Triono. Hamluddin. (2019). Profil Gubernur dan Wakil Gubernur Jakarta dari Masa Ke Masa. Dinas Perpustakaan dan Kearsipan Provinsi DKI Jakarta.
Wikipedia.com. 09 Oktober 2023. Soemarno Sosroatmodjo. Diakses pada 26 Januari 2024, dari https://jv.wikipedia.org/wiki/Soemarno_Sosroatmodjo
Nasional.okezone.com. 12 Mei 2021. Kisah Soemarno Sosroatmodjo Kakek Bimbim Slank, Pencetus Rumah Murah di Jakarta. Diakses pada 26 Januari 2024, dari https://nasional.okezone.com/read/2021/05/12/337/2409286/kisah-soemarno-sosroatmodjo-kakek-bimbim-slank-pencetus-rumah-murah-di-jakarta