PERAN STRATEGIS PERPUSTAKAAN UMUM PROVINSI DALAM PEMBANGUNAN INKLUSIF
SEBUAH OPINI
Sejauh Mana Peran Perpustakaan Umum Provinsi?
Yang dimaksud sebagai “perpustakaan umum” dalam Undang-undang Nomor 43 Tahun 2007 tentang Perpustakaan adalah perpustakaan yang diperuntukkan bagi masyarakat luas sebagai sarana pembelajaran sepanjang hayat tanpa membedakan umur, jenis kelamin, suku, ras, agama, dan status sosial ekonomi. Sementara yang disebut sebagai “perpustakaan provinsi” berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 55 Tahun 2021 tentang Peraturan Pelaksanaan Serah Terima Karya Cetak dan Karya Rekam adalah organisasi perangkat daerah yang melaksanakan tugas pemerintahan daerah dalam bidang perpustakaan yang berfungsi sebagai perpustakaan Cheap Omega Replica pembina, perpustakaan rujukan, perpustakaan deposit, perpustakaan penelitian, dan perpustakaan pelestarian, serta berkedudukan di ibu kota provinsi.
Peran dan fungsi perpustakaan umum provinsi sebagai media pembelajaran sepanjang hayat menegaskan posisi strategis perpustakaan dalam upaya mencerdaskan kehidupan masyarakat daerah (baca: provinsi). Pasalnya apabila ditilik dari fungsi fisiknya, perpustakaan merupakan sebuah bangunan/ Gedung yang menyimpan berbagai koleksi Pustaka, termasuk karya cetak dan karya rekam berkearifan lokal. Sementara apabila ditilik dari fungsinya sebagai wahana pendidikan, penelitian, pelestarian, informasi, dan rekreasi (Pasal 3 UU No. 43 Tahun 2007), perpustakaan bukan hanya sekedar menjalankan funsi penyimpanan tetapi juga pusat literasi dan rekreasi bagi masyarakat.
Ruang lingkup layanan perpustakaan umum sendiri yang lebih luas bila dibandingkan dengan perpustakaan khusus, memungkinkan terciptanya dampak yang lebih luas pula di tengah masyarakat. Selebihnya, regional provinsi sangat strategis untuk mempengaruhi arah/ warna literasi masyarakat di tingkat nasional maupun tingkat regional di bawahnya (kabupaten/ kota).
Pembangunan Inklusif di Tengah Masyarakat Majemuk
Maraknya penggunaan kata “inklusif” dewasa ini seolah menandai makin tingginya tingkat kesadaran masyarakat terhadap pentingnya menjaga keseimbangan stabilitas nasional. Fakta bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia ialah negara kepulauan yang kaya akan keberagaman merupakan faktor yang tak dapat dielakkan dalam proses pembangunan nasional yang berkeadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Kata “inklusif” sendiri yang dalam KBBI berarti “termasuk, terhitung” mengandung unsur-unsur keterbukaan, kesetaraan, keadilan, dan partisipasi penuh. Paradigma inklusivitas ialah paradigma yang terbangun dari sebuah proses kesadaran hidup ber-“Bhinneka Tunggal Ika” dalam bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.
Pembangunan inklusif mengamanatkan pembangunan yang komprehensif antara pembangunan fisik dan pembangunan sumber daya manusia. Ini berarti pula bahwa strategi, konstruksi, proses, dan output dari pembangunan tersebut seyogyanya mampu melibatkan dan menjangkau semua lapisan masyarakat. Keberhasilan Sustainable Development Goals (pembangunan berkelanjutan) di Indonesia mensyaratkan beberapa prinsip penting berikut: universal, integrasi, dan inklusif. Dengan demikian, pembangunan nasional merupakan tanggung Cheap Rolex Replica jawab dan milik seluruh rakyat Indonesia, “No One Left Behind”.
Baca juga: SDGs – ICCTF
Pertanyaan selanjutnya ialah siapa saja pihak yang kerap kali “ditinggalkan” dalam proses pembangunan? Data kemiskinan dan ketimpangan yang diterbitkan oleh Badan Pusat Statistik mengidentifikasikan bahwa laju pembangunan telah menciptakan kelompok-kelompok yang termarginalkan (tersisih, tertinggal). Kelompok masyarakat ini meliputi: petani, nelayan, pedagang asongan, pekerja seni tradisional, dan penyandang disabilitas. Bukan hanya itu, pembangunan yang tidak inklusif dan tidak komprehensif justru menciptakan kondisi-kondisi kerentanan pada anak, perempuan, dan lansia (lanjut usia). Ketiga kelompok terakhir ini kerap menerima perlakuan tak adil dan menjadi korban kekerasan.
Baca juga: Kemiskinan dan Ketimpangan – Badan Pusat Statistik
Bagaimana Perpustakaan Umum Provinsi Berkontribusi Pada Pembangunan yang Inklusif?
Peran perpustakaan umum provinsi sebagai sarana pembelajaran sepanjang hayat menempatkannya pada posisi yang sangat strategis dalam mempengaruhi dan membentuk paradigma baru di tengah masyarakat. Paradigma tersebut, baik disengaja maupun tidak, dapat dibangun melalui berbagai aktivitas masyarakat di perpustakaan, seperti: membaca buku, mencari referensi, studi Pustaka, penelitian, kunjungan/ wisata literasi, diskusi, dan menghabiskan waktu luang.
Melalui aktivitas membaca buku di perpustakaan, misalnya, masyarakat bisa memperoleh wawasan dan referensi bahan bacaan tentang inklusivitas. Dalam hal ini, perpustakaan dapat mengoptimalkan fungsi-fungsi penyimpanan (deposit), edukatif, penelitian, dan pelestarian melalui penyediaan bahan Pustaka (cetak maupun non-cetak) yang berperspektif inklusif.
Aktivitas diskusi masyarakat di perpustakaan juga dapat digunakan sebagai peluang untuk memberikan informasi-informasi baru terkait tema-tema inklusivitas. Meskipun fungsi ini sebenarnya sangat strategis untuk mendukung program-program pembangunan daerah, namun selama ini belum banyak perpustakaan yang menjalankan fungsi informatif-nya.
Baca juga: 6 Fungsi Perpustakaan yang Wajib Anda Tahu!
Sementara itu, pembangunan fisik Gedung perpustakaan yang “ramah untuk semua” (baca: inklusif) sendiri akan berdampak pada makin tingginya minat masyarakat untuk berkunjung ke perpustakaan. Betapa tidak, kelompok-kelompok marginal yang selama ini kerap tak tertarik dan terkendala pada aktivitas perpustakaan merasa menemukan ruang yang sanggup mengakomodir kebutuhan mereka (aksesibel). Lebih dari itu, bangunan Gedung yang inklusif seyogyanya mampu menyajikan referensi tentang pembangunan inklusif yang bisa mempengaruhi arah pembangunan di tingkat nasional maupun di tingkat regional lainnya.
Terakomodirnya kebutuhan kelompok marginal pada aktivitas perpustakaan secara alamiah akan membentuk pola interaksi antara petugas perpustakaan, pengunjung dari kelompok marginal, dan pengunjung umum. Pola interaksi yang demikian, disadari ataupun tidak, membangun konstruksi budaya masyarakat yang inklusif. Dengan kata lain, aktivitas perpustakaan secara naluriah telah pula membangun fondasi-fondasi bagi sumber daya yang dibutuhkan dalam pembangunan inklusif.
Ditulis Oleh: Agatha Febriany Anjarsari Staf dengan Disabilitas Dinas Perpustakaan dan Kearsipan Provi. DKI Jakarta